Kamis, 05 Juli 2012

Jangan Putus Asa Terhadap Dosa


Jangan Putus Asa Terhadap Dosa

“Jika engkau melakukan dosa setelah berulang kali bertaubat, janganlah dosa itu menjadikan dirimu putus asa dari kemampuanmu melakukan keistiqamaahan dan terlepas dari kemaksiaatan. Betapapun engkau mengulang-ulang dosa, sesungguhnya engkau tetap tidak tahu bila dosa yang engkau ulang-ulang itu kemudian menjadi akhir dosa yang engkau lakukan.”

Seseorang merasa berdosa, kemudian bertaubat kepada Allah, dan bertekad untuk melepaskan diri dari dosa. Tapi ternyata ia terpeleset lagi dan takluk oleh hawa nafsunya hingga kembali terjatuh dalam kubang dosa dari sisi yang sulit ia atasi. Ia kemudian bertaubat lagi kepada Allah. Dan bertekad untuk istiqamah dan melepas diri dari dosa yang dilakukan. Tapi ternyata ia kembali jatuh dalam kemaksiatan, dikuasai lagi oleh hawa nafsunya. Lantas ia bertaubat lagi, dengan tulus dan kembali menegaskan dirinya untuk tidak mengulangi dosa, bertekad kembali untuk istiqamah, menjauh dari kemaksiatan. Bagaimana kita melihat orang seperti ini?

Saudaraku,
Apakah kita menilai bahwa taubatnya itu paslu dan janjinya adalah dusta? Lalu kita menganggap bahwa tak mungkin ada kebaikannya dalam dirinya untuk bisa diterima taubatnya? Jika demikian, justru inilah keberhasilan syaitan yang sesungguhnya atas orang yang melakukan kemaksiatan dan dosa. Yaitu, keberhasilan menjadikan seseorang putus asa untuk menjadi baik. Keberhasilan syaitan untuk menjadikan seseorang tidak pantas menjadi orang shalih. Keberhasilan untuk menjadikan  seseorang merasa lebih layak menjadi pendosa ketimbang ahli ibadah yang dekat kepada Allah. Keberhasilan untuk menjadikan seseorang merasa tak berdaya menghadapai hawa nafsunya dan tidak pantas menerima ampunan. Lalu akibatnya, ia tenggelam habis dalam gelombang dosa dan kemaksiaatan.

Saudaraku,
Ada sebuah hadits qudsi yang luar biasa sekali kandungannya. Dari Anas radhiallahu anhu, ia mendengar Rasulullah saw bersabda, “Allah swt berfirman: “Wahai bani Adam. Sesungguhnya engkau selama berdo’a kepada-Ku dan berharap kepada-Ku, maka Aku pasti mengampunimu atas apapun yang ada pada dirimu, Alu tidak peduli. Wahai bani Adam. Andai dosa-dosamu sepenuh langit, kemudian engkau memohon ampunan-Ku, pasti aku beri ampunan kepadamu. Wahai bani Adam, jika Engkau datang kepada-Ku dengan kesalahan sepenuh bumi, kemudian engkau menemui-Ku dalam keadaan tidak menyekutukan-Ku dengan sesuatu yang lain sedikit pun, niscaya akan aku datangi engkau dengan ampunan sepenuh bumi.”


Dalam surat Qaaf ayat 32, Al Qur’an juga menyebitkan salah satu sifat Allah adalah Awwaab. Kata itu merupakan shigbah mubalaghah dari kata Aayib, atau yang menerima orang yang kembali. Sedangkan Awwaab artinya adalah Maha Penerima orang yang kembali pada-Nya.

Jadi dalil-dalil itu semua menegaskan bahwa seseorang yang melakukan dosa dan kemaksiaatan, tapi kemudian dia bertaubat dan memohon ampunan kepada Allah dari dosa yang dilakukannya dengan tulus. Kemudia dia berazam (bertekad) untuk tidak mengulanginya. Itu bisa menjadi penyebab ampunan Allah swt kepadanya. Meskipun ia kemudian ternyata tidak mampu menahan hawa nafsunya dan terjerembab dalam dosa, kemudian mohon ampun lagi dan bertekad lagi untuk tidak melakukannya. Artinya, dosa tidak boleh menjadi penghalang bagi siapa pun untuk mendapat ampunan Allah swt dan menjadikan seseorang lebih baik. Itulah sebabnya Ibnu Athaillah mengatakan, “Jika engkau melakukan dosa setelah berulang kali bertaubat, janganlah dosa itu menjadikan dirimu putus asa dari kemampuanmu melakukan keistiqamaahan dan terlepas dari kemaksiaatan. Betapapun engkau mengulang-ulang dosa, sesungguhnya engkau tetap tidak tahu bila dosa yang engkau ulang-ulang itu kemudian menjadi akhir dosa yang engkau lakukan.”

Saudaraku,
Renungkanlah bagaimana kedalaman kandungan nasihat Ibnu Athaillah tadi. Bahwa yang paling mendasar adalah munculnya harapan kuat bahwa Allah akan menerima taubat dari dosa yang dilakukan. Sebab banyak sekali orang-orang yang taubat tapi kemudian ia sulit konsisten meninggalkan dosa yang dia taubati itu. Tapi setelah berulang-ulang kali mengalami kondisi itu, ia sampai pada titik mampu meninggalkan dosa itu dan mendekat pada Allah swt.

Saudaraku,
Inilah makna lain dari husbuzhan (berpikir positif) terhadap Allah swt dalam segala keadaan. Tetap berharap kebaikan yang sungguh luar biasa dari Allah swt, dan tidak menyerah dengan desakan bisikan syaitan yang menganggap diri tidak layak dan tidak pantas mendapat kasih sayang-Nya.
Yang menarik adalah apa yang dijelaskan oleh Am Buthi tentang ini. Menurutnya, dalam syarah Al Hikam li Ibnu Athaillah, bahwa ada hikmah dari aspek tarbawi (pendidikan) dalam hal ini. Ia menjelaskan bahwa kondisi ini  boleh jadi akan menjadikan seseorang justru perlahan-lahan akan menjadikan seseorang benar-benar meninggalkan kemaksiatan yang dilakukannya. Sedikit-sedikit, dengan terus menerus bertaubat, ia akan mampu mengendalikan nafsunya.
Saudaraku,
Pintu taubat akan tetap terbuka selama Allah swt memberi kita nafas dalam kehidupan di dunia. Dan kita semua, memiliki dosa dan kemaksiatan yang mungkin berulang kali dilakukan. Jangan anggap remeh dosa dan kemaksiatan itu. Tapi jangan putus asa dari ampunan Allah atas dosa dan kemaksiatan yang dilakukan berulang kali itu. Ingat hadits qudsi yang menyebutkan firman Allah swt, “Selama hamba-Ku berdo’a dan memohon kepada-Ku, pasti Aku ampuni dia.”

Artikel ini saya tulis ulang dari tulisan M Lili Nur Aulia dalm Majalah Tarbawi edisi 278 Th. 14 Sya’ban 1433, 28 Juni 2012.


Untuk mendapat artikel-artikel menarik lainnya silahkan menjadi pembaca & pelanggan setia Majalah Tarbawi


Semoga bermanfaat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar