Jangan Putus Asa Terhadap Dosa
“Jika engkau melakukan dosa setelah berulang kali
bertaubat, janganlah dosa itu menjadikan dirimu putus asa dari kemampuanmu
melakukan keistiqamaahan dan terlepas dari kemaksiaatan. Betapapun engkau
mengulang-ulang dosa, sesungguhnya engkau tetap tidak tahu bila dosa yang
engkau ulang-ulang itu kemudian menjadi akhir dosa yang engkau lakukan.”
Seseorang
merasa berdosa, kemudian bertaubat kepada Allah, dan bertekad untuk melepaskan
diri dari dosa. Tapi ternyata ia terpeleset lagi dan takluk oleh hawa nafsunya
hingga kembali terjatuh dalam kubang dosa dari sisi yang sulit ia atasi. Ia
kemudian bertaubat lagi kepada Allah. Dan bertekad untuk istiqamah dan melepas
diri dari dosa yang dilakukan. Tapi ternyata ia kembali jatuh dalam
kemaksiatan, dikuasai lagi oleh hawa nafsunya. Lantas ia bertaubat lagi, dengan
tulus dan kembali menegaskan dirinya untuk tidak mengulangi dosa, bertekad
kembali untuk istiqamah, menjauh dari kemaksiatan. Bagaimana kita melihat orang
seperti ini?
Saudaraku,
Apakah
kita menilai bahwa taubatnya itu paslu dan janjinya adalah dusta? Lalu kita
menganggap bahwa tak mungkin ada kebaikannya dalam dirinya untuk bisa diterima
taubatnya? Jika demikian, justru inilah keberhasilan syaitan yang sesungguhnya
atas orang yang melakukan kemaksiatan dan dosa. Yaitu, keberhasilan menjadikan
seseorang putus asa untuk menjadi baik. Keberhasilan syaitan untuk menjadikan
seseorang tidak pantas menjadi orang shalih. Keberhasilan untuk menjadikan seseorang merasa lebih layak menjadi pendosa
ketimbang ahli ibadah yang dekat kepada Allah. Keberhasilan untuk menjadikan
seseorang merasa tak berdaya menghadapai hawa nafsunya dan tidak pantas
menerima ampunan. Lalu akibatnya, ia tenggelam habis dalam gelombang dosa dan
kemaksiaatan.
Saudaraku,
Ada
sebuah hadits qudsi yang luar biasa sekali kandungannya. Dari Anas radhiallahu anhu, ia mendengar
Rasulullah saw bersabda, “Allah swt
berfirman: “Wahai bani Adam.
Sesungguhnya engkau selama berdo’a kepada-Ku dan berharap kepada-Ku, maka Aku pasti
mengampunimu atas apapun yang ada pada dirimu, Alu tidak peduli. Wahai bani
Adam. Andai dosa-dosamu sepenuh langit, kemudian engkau memohon ampunan-Ku,
pasti aku beri ampunan kepadamu. Wahai bani Adam, jika Engkau datang kepada-Ku
dengan kesalahan sepenuh bumi, kemudian engkau menemui-Ku dalam keadaan tidak
menyekutukan-Ku dengan sesuatu yang lain sedikit pun, niscaya akan aku datangi
engkau dengan ampunan sepenuh bumi.”
Dalam surat Qaaf ayat 32, Al Qur’an juga menyebitkan salah satu sifat Allah adalah Awwaab. Kata itu merupakan shigbah mubalaghah dari kata Aayib, atau yang menerima orang yang kembali. Sedangkan Awwaab artinya adalah Maha Penerima orang yang kembali pada-Nya.
Jadi
dalil-dalil itu semua menegaskan bahwa seseorang yang melakukan dosa dan
kemaksiaatan, tapi kemudian dia bertaubat dan memohon ampunan kepada Allah dari
dosa yang dilakukannya dengan tulus. Kemudia dia berazam (bertekad) untuk tidak
mengulanginya. Itu bisa menjadi penyebab ampunan Allah swt kepadanya. Meskipun
ia kemudian ternyata tidak mampu menahan hawa nafsunya dan terjerembab dalam
dosa, kemudian mohon ampun lagi dan bertekad lagi untuk tidak melakukannya.
Artinya, dosa tidak boleh menjadi penghalang bagi siapa pun untuk mendapat ampunan
Allah swt dan menjadikan seseorang lebih baik. Itulah sebabnya Ibnu Athaillah
mengatakan, “Jika engkau melakukan dosa setelah berulang kali bertaubat,
janganlah dosa itu menjadikan dirimu putus asa dari kemampuanmu melakukan
keistiqamaahan dan terlepas dari kemaksiaatan. Betapapun engkau mengulang-ulang
dosa, sesungguhnya engkau tetap tidak tahu bila dosa yang engkau ulang-ulang
itu kemudian menjadi akhir dosa yang engkau lakukan.”
Saudaraku,
Renungkanlah
bagaimana kedalaman kandungan nasihat Ibnu Athaillah tadi. Bahwa yang paling
mendasar adalah munculnya harapan kuat bahwa Allah akan menerima taubat dari
dosa yang dilakukan. Sebab banyak sekali orang-orang yang taubat tapi kemudian
ia sulit konsisten meninggalkan dosa yang dia taubati itu. Tapi setelah
berulang-ulang kali mengalami kondisi itu, ia sampai pada titik mampu
meninggalkan dosa itu dan mendekat pada Allah swt.
Saudaraku,
Inilah
makna lain dari husbuzhan (berpikir
positif) terhadap Allah swt dalam segala keadaan. Tetap berharap kebaikan yang
sungguh luar biasa dari Allah swt, dan tidak menyerah dengan desakan bisikan
syaitan yang menganggap diri tidak layak dan tidak pantas mendapat kasih
sayang-Nya.
Yang menarik adalah apa yang dijelaskan oleh
Am Buthi tentang ini. Menurutnya, dalam syarah Al Hikam li Ibnu Athaillah,
bahwa ada hikmah dari aspek tarbawi (pendidikan) dalam hal ini. Ia menjelaskan
bahwa kondisi ini boleh jadi akan
menjadikan seseorang justru perlahan-lahan akan menjadikan seseorang
benar-benar meninggalkan kemaksiatan yang dilakukannya. Sedikit-sedikit, dengan
terus menerus bertaubat, ia akan mampu mengendalikan nafsunya.
Saudaraku,
Pintu taubat akan tetap terbuka selama Allah swt memberi kita nafas dalam kehidupan di dunia. Dan kita semua, memiliki dosa dan kemaksiatan yang mungkin berulang kali dilakukan. Jangan anggap remeh dosa dan kemaksiatan itu. Tapi jangan putus asa dari ampunan Allah atas dosa dan kemaksiatan yang dilakukan berulang kali itu. Ingat hadits qudsi yang menyebutkan firman Allah swt, “Selama hamba-Ku berdo’a dan memohon kepada-Ku, pasti Aku ampuni dia.”
Pintu taubat akan tetap terbuka selama Allah swt memberi kita nafas dalam kehidupan di dunia. Dan kita semua, memiliki dosa dan kemaksiatan yang mungkin berulang kali dilakukan. Jangan anggap remeh dosa dan kemaksiatan itu. Tapi jangan putus asa dari ampunan Allah atas dosa dan kemaksiatan yang dilakukan berulang kali itu. Ingat hadits qudsi yang menyebutkan firman Allah swt, “Selama hamba-Ku berdo’a dan memohon kepada-Ku, pasti Aku ampuni dia.”
Artikel
ini saya tulis ulang dari tulisan M Lili Nur Aulia dalm Majalah
Tarbawi™ edisi 278 Th. 14 Sya’ban 1433, 28 Juni 2012.
Untuk mendapat artikel-artikel menarik lainnya silahkan menjadi pembaca & pelanggan setia Majalah Tarbawi™
Untuk mendapat artikel-artikel menarik lainnya silahkan menjadi pembaca & pelanggan setia Majalah Tarbawi™
Semoga bermanfaat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar