Minggu, 15 Juli 2012

Mengapa Shalat itu Disebut Tiang Agama?

Kita pasti sering mendengar kalimat hadits berikut: shalat itu adalah tiang agama. Pertanyaannya mengapa shalat itu disebut tiang agama? bukan syahadat, puasa, zakat atau haji yang menjadi tiang agama Islam ini?

Memang Wallahu a'lam bish shawab (dan Allah lah yang lebih maha tahu). Akan tetapi jawaban yang disampaikan Syeikh Muhammad Mutawalli Sya'rawi dalam kitab Tafsyir Sya'rawi jilid 8 ini barangkali dapat memberikan pemahaman kepada kita. Shalat merupakan kewajiban tetap yang berulang-ulang. shalat tidak boleh ditinggal oleh seorang muslim dalam keadaan apapun. Dalam shalat ada pengakuan dan kesaksian untuk beriman kepada Allah lima kali setiap hari.

Sebagaimana shalat juga mencakup puasa, karena kita shalat sebenarnya kita sedang berpuasa dari makan dan minum dan menahan hawa nafsu. Demikian pula kamu berpuasa dari tingkah laku yang membatalkan shalat. Kamu berpuasa dari kata-kata selain lafaz dan doa shalat. Jadi di dalam shalat ada nilai puasa dalam arti yang luas.

Dalam shalat ada juga zakat. Karena harta yang kamu peroleh dan kemudian dikeluarkan zakatnya merupakan hasil dari bekerja atau beraktivitas. Aktivitas atau bekerja merupakan bagian dari waktu. Dalam shalat kamu berkorban waktu itu sendiri. Seolah-olah zakat dalam shalat lebih kuat.

Demikian juga di dalam shalat ada terdapat haji. Karena kamu menghadap ke arah ka'bah dang menghadirkan ka'bah di dalam pikiranmu.

Demikianlah makna dan pemahaman dari shalat menjadi tiang agama. Siapa yang mendirikannya maka dia telah mendirikan agamanya. Siapa yang menghancurkannya, maka dia telah menghancurkan agamanya.

Semoga bermanfaat.

Jumat, 13 Juli 2012

Marhaban Ya Ramadhan




Hari berganti hari, bulan berganti bulan dan tanpa terasa Ramadhan pun akan tiba kembali. Bulan yang penuh dengan limpahan rahmat dan kasih sayang Allah, bulan yang penuh berkah, dan fadhilah (keutamaan) dan bulan yang sangat dinanti-nantikan setiap hamba-Nya yang beriman kepada-Nya. Di bulan inilah Allah membuka pintu-pintu surga dengan lebarnya, juga menutup pintu neraka dengan rapatnya. Di bulan inilah wahyu Allah diturunkan dan di dalamnya terdapat satu malam yang sangat istimewa, malam lailatul qodr.

Marhaban ya Ramadhan, marhaban wahai bulan yang penuh dengan magfiroh dari robb semesta alam.
Pada bulan Ramadhan, ummat Islam diwajibkan berpuasa, karena puasa Ramadhan itu sendiri merupakan rukun Islam. Sama halnya dengan ummat-ummat terdahulu yang menganut agama samawi, Allah pun mewajibkan bagi mereka berpuasa, seperti tercantum di dalam Al Qur’an:

$ygƒr'¯»tƒ tûïÏ%©!$# (#qãZtB#uä |=ÏGä. ãNà6øn=tæ ãP$uÅ_Á9$# $yJx. |=ÏGä. n?tã šúïÏ%©!$# `ÏB öNà6Î=ö7s% öNä3ª=yès9 tbqà)­Gs? ÇÊÑÌÈ  
183. Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa (QS. Al Baqarah[2]:183)

Hanya saja kewajiban berpuasa di bulan Ramadhan ini, tidak disyariaatkan bagi ummat-ummat terdahulu. Mereka diwajibkan Allah berpuasa tapi tidak di bulan Ramadhan, puasa Ramadhan ini hanya dikhususkan Allah bagi ummat Muhammad SAW.

Ibnu Qayyim mengatakan dalam bukunya Zad al-Ma’ad, puasa itu diwajibkan pada tahun kedua dari hijrahnya Rasulullah SAW. Awalnya puasa Ramadhan itu tidak langsung diwajibkan bagi ummat Islam. Allah membolehkan bagi ummat Islam untuk memilih antara menunaikan ibadah puasa tersebut atau sebagai gantinya memberi makan fakir miskin, kemudian akhirnya bertukar dari memilih antara dua hal tersebut menjadi suatu kewajiban dalam menunaikannya. Yang demikian itu adalah cara Allah SWT mewajibkan puasa kepada hamba-Nya dengan cara pelan-pelan (tadarruj) hingga umat Islam pada saat itu tidak begitu terkejut dengan adanya kewajiban berpuasa sebulan penuh, yang jelas-jelas berbeda dengan cara mereka berpuasa sebelumnya.

Puasa Ramadhan tidak hanya sebagai rukun Islam yang wajib dilaksanakan, selain akan mendapat jaza’ atau pahala dari Allah SWT, juga merupakan pelebur dan pembakar dosa kaum muslinin, dan penyelamat diri dari api neraka. Sebagaimana sabda Rasul SAW “Puasa adalah perisai dari api neraka seperti perisai seseorang di antara kamu dalam perang.” (HR Ahmad, An Nasa’i, Ibnu Majah, dan Ibnu Hibban)

Makna Shaum (Puasa) dan Ramadhan
Secara harfiah (shaum) atau puasa artinya imsak (menahan), yakni menahan diri dari segala yang membatalkan puasa dan mengurangi nilainya sejak terbit fajar sampai terbenam matahari. Sedangkan Ramadhan secara harfiyah artinya membakar dan mengasah. Maksudnya adalah dosa-dosa seorang mukmin akan dibakar oleh Allah sehingga setelah Ramadhan ia akan kembali kepada fitrah atau kesuciannya.
Esensi puasa bermakna “pengendalian diri dari hal-hal yang merusak dan mengikuti selera hawa nafsu selam Ramadhan.” Disamping itu, juga meningkatkan amal ibadah seorang mu’min untuk mencapai derajat takwa. Puasa merupakan upaya penyucian diri, mengajarkan manusia bagaimana mengangkat diri dari derajat hewan yang kebutuhannya memenuhi perut dan membiasakan untuk tabah dalam menghadapi liku-liku kehidupan. Puasa juga merupakan pembebasan jiwa dari jeratan kenikmatan dan keasyikan duniawi.

Puasa berbeda dengan ibadah lain seperti shalat, zakat, haji, da’wah amar ma’ruf nahi munkar dan zikr. DR Yusuf Qardhawi memaknai puasa sebagai ibadah dalam menahan diri dari perkataan dan perbuatan. Sedangkan ibadah shalat, zakat, haji digolongkan kepada ibadah perbuatan. Dan ibadah da’wah dan zikir digolongkan kepada ibadah perkataan.

Dalil Disyari’atkan Puasa Ramadhan
Ayat Al Qur’an yang mewajibkan puasa Ramadhan terdapat dalam surat Al Baqarah ayat 185. Allah SWT berfirman:

ãöky­ tb$ŸÒtBu üÏ%©!$# tAÌRé& ÏmŠÏù ãb#uäöà)ø9$# Wèd Ĩ$¨Y=Ïj9 ;M»oYÉit/ur z`ÏiB 3yßgø9$# Èb$s%öàÿø9$#ur 4 `yJsù yÍky­ ãNä3YÏB tök¤9$# çmôJÝÁuŠù=sù ( `tBur tb$Ÿ2 $³ÒƒÍsD ÷rr& 4n?tã 9xÿy ×o£Ïèsù ô`ÏiB BQ$­ƒr& tyzé& 3 ߃̍ムª!$# ãNà6Î/ tó¡ãŠø9$# Ÿwur ߃̍ムãNà6Î/ uŽô£ãèø9$# (#qè=ÏJò6çGÏ9ur no£Ïèø9$# (#rçŽÉi9x6çGÏ9ur ©!$# 4n?tã $tB öNä31yyd öNà6¯=yès9ur šcrãä3ô±n@ ÇÊÑÎÈ  

185. (Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al Quran sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang bathil). karena itu, Barangsiapa di antara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, Maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu, dan Barangsiapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), Maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain. Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu. dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur. (QS Al Baqarah [2]:185)

Nabi Muhammad SAW juga bersabda: “Islam dibangun atas lima perkara, pertama syahadah tiada tuhan selain Allah, dan nabi Muhammad utusan Allah, kedua melaksanakan shalat, ketiga mengeluarkan zakat, keempat mengerjakan haji, kelima puasa Ramadhan.” (HR Bukhari dan Muslim)

Tujuan Berpuasa
Akhir dari ayat yang mewajibkan kita berpuasa adalah laallakum tattaqun yang artinya “agar kalian bertakwa,” maksudnya adalah bahwa perintah puasa tidak lain hanya agar semua umat Islam bertakwa kepada sang Khaliq.
Rasul SAW bersabda: “banyak di antara orang yang berpuasa tidak memperoleh sesuatu dari puasanya, kecuali rasa lapar dan dahaga.”
Jelas dari hadits tersebut kita dapai bahwa rasa lapar dan dahaga bukanlah yang dicari dalam puasa, melainkan adalah keridhoan Allah SWT yang kita raih setelah ketakwaan yang telah kita persembahkan untuk-Nya.

Puasa jiga merupakan ibadah yang unik, karena ibadah yang lain semuanya akan kembali kepada yang menunaikannya, kecuali puasa. Maka ia akan kembali kepada Robb alam semesta. Hal ini tertera di hadits Qudsi berikut, Allah berfirman: “Semua amal putra-putri Adam untuk dirinya, kecuali puasa. Puasa adalah untuk-Ku dan Aku yang memberi ganjaran atasnya.” (HR Bukhari, Muslim, dan Abu daud)

Akhlak Orang Berpuasa
DR. Yusuf Qardhawi menerangkan dalam buku Al Ibadah fil-Islam tentang puasa para salaf pada siang hari, bahwa mereka perpuasa penuh dengan semangat, dan bekerja dengan serius. Pada malamnya mereka membaca Al Qur’an dan tahajjud. Lisan (perkataan) mereka berpuasa, tidak mengatakan yang sia-sia dan kalimat cacian. Pendengaran mereka juga berpuasa, tidak mendengar perkataan bathil. Mata mereka juga berpuasa, tidak melihat suatu yang haram dan keji. Hati mereka juga berpuasa, tidak berniat mengerjakan dosa dan kesalahan. Tangan mereka juga berpuasa, tidak menggunakannya untuk menyiksa.
Dalam bulan puasa ada kita dapatkan dua kelompok. Pertama, mereka yang menjadikan bulan puasa untuk meningkatkan amal ibadah dan menambah kebaikan dengan menjaga nilai-nilai yang telah diajarkan Rasulullah dan para salaf dalam melaksanakan puasa. Kedua, mereka yang menjadikan bulan puasa untuk mengurangi amal ibadah dengan mengghibah, hasad, dan berbohong. Dan mengurangi kebaikan ddengan menyalahi nilai-nilai yang telah dianjurkan Rasulullah dan para salaf. Mereka memfoya-foyakan harta kepada yang tidak bermanfaat, dan perbuatan yang sia-sia.

A’isyah RA, Imam Auza’i dan Zhahriyah dan sebagian ulama salaf mengatakan: ghibah, namimah, berbohong, perbuatan ma’siat adalah membatalkan puasa. Siapa yang melakukan hal-hal tersebut wajib meng-qadha. Adapun pendapat kebanyakan sahabat dan Jumhur Al Ulama mengatakan ghibah, namimah, berbohong tidak membatalkan puasa, tetapi menghilangkan pahala dan balasan dari Allah.
Dalam menyambut bulan Ramadhan ini, mari kita siapkan diri kita untuk mendapat derajat takwa yang dijanjikan Allah SWT. Semoga kita nanti ketika datang bulan Ramadhan dapat melaksanakan ibadah dengan sebaik-baiknya, sehingga menggapai keistimewaan dan keberkahan yang dijanjikan Allah SWT untuk setiap muslim.

Oleh Wardatun Nazly, Lc.
Artikel ini saya tulis ulang dari Buletin Jum’at Al Araby Ma’had Abu Ubaidah bin Al Jarrah Medan Edisi 9/13 Juli 2012M/23 Sya’ban 1433H